Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar
Bertitik tolak dari kerangka tujuan yagn telah ditetapkan, dua masalah pokok bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah IBD. Kedua masalah pokok itu adalah :
1.Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (the humanities), baik dari segi masing-masing keahlian (disiplin) didalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan (antar bidang) berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya
2.Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat.
Menilik kedua pokok masalah yang bisa dikaji dalam mata kuliah IBD, nampak dengan jelas bahwa manusia menempati posisi sentral dalam pengkajian. Manusia tidak hanya sebagai obyek pengkajian. Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesame, dirinya sendiri, nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan dengan sang pencipta menjadi tema sentral dalam IBD. Pokok-pokok bahasan yang dikembangkan adalah :
1.Manusia dan cinta kasih
2.Manusia dan Keindahan
3.Manusia dan Penderitaan
4.Manusia dan Keadilan
5.Manusia dan Pandangan hidup
6.Manusia dan tanggungjawab serta pengabdian
7.Manusia dan kegelisahan
8.Manusia dan harapan
Contoh Kasus
“Logat Bahasa”
Disini saya akan membahas satu contoh
kasus tentang kebudayaan yang sudah ditinggalkan oleh manusia karena menurut
mereka jika mengikuti kebudayaan dianggap norak/kampungan. Kasus ini mengenai
logat(gaya bahasa) yang berasal dari Jawa Tengah yang sulit untuk dirubah dan
telah menjadi kebudayaan masyarakat, umumnya Jawa Tengah.
Sebagai orang Jawa Tengah terutama yang
bertempat tinggal di Tegal, Jawa Tengah. Bahasa yang digunakan dalam keseharian
kita sebut saja bahasa ngapak. Mungkin sebagian orang ada yang belum tahu apa
bahasa ngapak? Atau pernah mendengar tetapi belum memahaminya.
Bahasa ngapak adalah salah satu bahasa
daerah di Jawa Tengah, namun tidak semua wilayah Jawa Tengah menggunakan bahasa
ini. Bahasa ngapak lebih ke daerah Jawa Tengah yang mendekati Jawa Barat. Sama
seperti bahasa jawa pada umumnya yang paling membedakan adalah penempatan huruf
“O” menjadi “A” dan dengan nada yang sedikit keras serta intonasi yang lebih
cepat.
Contoh:
“Ono opo to?” menjadi “Ana apa ya?”,
“Piye to?” menjadi “Kepriwe ya?”
“Ono opo to?” menjadi “Ana apa ya?”,
“Piye to?” menjadi “Kepriwe ya?”
Dan masih sangat banyak lagi
contoh-contoh yang lain dan tentunya bukan pada penempatan huruf “O” menjadi
“A” saja.
Meskipun sering diejek karena gaya
bahasa yang digunakan cenderung kasar dan intonasi bicaranya lebih cepat
seperti orang yang marah, saya kira bahasa ngapak bukanlah hal yang memalukan.
Malah menurut saya kita harus bangga mempunyai beragam bahasa salah satunya
bahasa ngapak. Belum tentu Negara lain mempunyai bahasa sebanyak bangsa
Indonesia.
Memang
sering kita jumpai jika ada orang yang menggunakan bahasa ngapak pasti
ditertawakan. mengapa demikian?apakah kita sudah tidak peduli dengan kebudayaan
kita sendiri?apakah kita lebih memilih kebudayaan dari luar(kebarat baratan).
Jawabannya ada dalam diri kita sendiri.
Sudah sepantasnya kita melestarikan
budaya kita sendiri, Bahkan masih banyak kosakata bahasa daerah yang tidak
dimengerti oleh masyarakat daerah itu sendiri dan tidak sepantasnya kita
sebagai orang yang mengaku berpendidikan mengolok-olok bahasa daerah orang lain
dan merendahkannya. Bukankah sudah banyak contoh kasus bahwa budaya asli
Indonesia yang diakui negara lain? Saya harap hal seperti ini tidak akan
terulang kembali. Mari kita lestarikan budaya yang ada.
Sumber :http://didiwdiana.blogspot.co.id/2014/10/makalah-ibd-4-bab.html
Komentar
Posting Komentar